BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam kehidupan manusia modern saat ini
banyak peralatan-peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak
mudah pecah bila terjadi jatuh dari suatu tempat. Dengan semakin meningkatnya
kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga meningkat dengan
sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
Karet adalah
polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai latex)
yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga
diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan
untuk menciptakan karet adalah pohon karet Havea Brasiliensis. Ini
dilakukan dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan
respons yang memberikan banyak latex lagi.
Karet
merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya
peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet di Indonesia selama 20 tahun
terakhir terus menunjukan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985
menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005.
Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai
US $ 4,2 milyar (kompas, 2006).
Dengan
memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini
dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan pendapatan petani
melalui perluasan tanaman karet dan peremajaan kebun bisa merupakan langkah
yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan
yang bisa memberikan modal bagi petani atau
pekebun swasta untuk membiayai pembangunan karet dan pemeliharaan tanaman
secara intensif.
Agribisnis
karet alam di masa datang akan mempunyai prospek yang makin cerah karena adanya
kesadaran akan kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam, kecenderungan
penggunaan green tyres, meningkatnya industri polimer pengguna karet
serta makin langka sumber-sumber minyak bumi dan makin mahalnya harga minyak
bumi sebagai bahan pembuatan karet sintetis. Pada tahun 2002, jumlah konsumsi
karet dunia lebih tinggi dari produksi.
Indonesia akan mempunyai peluang untuk menjadi produsen terbesar
dunia karena negara pesaing utama seperti Thailand dan Malaysia makin
kekurangan lahan dan makin sulit mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga
keunggulan komparatif dan kompetitif Indonesia akan makin baik. Kayu karet juga
akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu
asal hutan. Arah pengembangan karet ke depan lebih diwarnai oleh kandungan
IPTEK dan kapital yang makin tinggi agar lebih kompetitif.
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk
mengetahui betapa pentingnya dilakukan manajemen dalam perkebunan
keret
BAB
II
PEMBAHASAN
Karena karet merupakan salah satu
komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan kesempatan kerja
dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra–sentra baru diwilayah sekitar
perkebunan karet, maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati.
Pengamatan produksi dilakukan pada seluruh aspek kegiatan yang berkaitan dengan
produksi, yang meliputi :
a.
Kegiatan proses
produksi
b.
Kualitas produk
yang dihasilkan, apakah telah sesuai dengan standarisasi (SIR) yaitu merupakan
faktor yang menentukan dalam tercapainya jaminan mutu untuk setiap produk,
dapat dilihat dari keaamanan, keselamatan, dan kesehatan bagi konsumen.
c.
Biaya produksi
yang dikeluarkan harus disesuaikan dengan harga karet dunia agar petani tidak
mengalami kerugian dan didukung dengan kualitas karet itu sendiri.
d.
Pentingnya
IPTEK bagi para petani, agar proses produksi dapat berjalan dengan baik yang
akan berimbas pada peningkatan hasil produksi.
e.
Skala Produksi,
produksi karet alam dunia meningkat dari 2 juta ton lebih pada tahun 1960
mencapai 6,15 juta ton pada tahun 1996 dengan laju pertumbuhan 3,2% per tahun.
Namur selama 6 tahun terakhir (1996-2002) produksi karet alam dunia tidak
memperlihatkan pertumbuhan yang mencolok yaitu hanya sekitar 2,15% per tahun.
Pentingnya pengamatan konsumsi :
Pengamatan
konsumsi dilakukan guna mengetahui apakah karet yang diolah dan diproses
memiliki nilai ekonomis dan kualitas produknya memiliki standar yang dapat
diterima oleh konsumen.
Bila
ditinjau untuk skala konsumsi karet itu sendiri sangat besar peluang dan daya
belinya. Dalam 6 tahun terkahir (1996-2002) konsumsi agregat karet alam dunia
tumbuh sekitar 3,0% per tahun. Pada tahun 2002 konsumsi karet alam dunia
tercatat sekitar 7,39 juta ton, yang berarti lebih besar daripada tingkat
produksi pada tahun yang sama. Lebih tingginya konsumsi dibanding produksi pada
tahun 2002 mencerminkan pertumbuhan konsumsi yang lebih cepat sebagai dampak
dari perubahan factor produksi dan persaingan. Dengan makin majunya karet di
Indonesia diharapkan dapat meningkatkan konsumsi dan ekspor karet, sehingga
produksi karet pada tahun 2035 diperkirakan naik sebesar 31,3 juta ton untuk
industri ban dan non ban, dan 15 juta ton untuk karet alam.
Prospek karet
dari sisi permintaan
Harga karet
alam dipengaruhi permintaan (konsumen) dan penawaran (produksi) serta stok dan
cadangan. Menurut Internasional Rubber
Study Group (IRSG) tentang permintaan diperkirakan akan terjadi kekurangan
pasokan karet alam pada periode dua dekade kedepan, terutama pabrik–pabrik ban
seperti Bridgeston, Goodyar dan Michclin, sehingga pada tahun 2004, IRSG
membentuk Task Force Rubber Economi Project (REP) untuk melakukan studi tentang
permintaan dan penawaran karet sampai dengan tahun 2035. Hasil studi REP
menyatakan bahwa permintaan karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 ada
sebesar 31,3 juta ton untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton
diantaranya ada karet alam.
Permintaan
merupakan banyaknya barang yang diminta, dalam hal ini disebut konsumsi. Faktor
yang mempengaruhi perubahan tingkat permintaan karet adalah konsumen dan harga.
Konsumen akan membeli jika harga karet dianggap murah atau bisa dijangkau.
Sebaliknya konsumen tidak akan membeli kalau harga diluar jangkauannya. Oleh
karena itu, permintaan tergantung pada daya beli konsumen.
Konsumsi
karet alam disaingi oleh barang
pengganti karet. Barang pengganti ini pengaruhnya sangat dominan terhadap
perkembangan usaha perkembangan karet alam. Semakin banyak barang pengganti
karet, karet sintetis, akan semakin besar pengaruhnya apalagi diikuti oleh
harga yang lebih rendah.
Daya
beli konsumen selalu dipengaruhi oleh naik turunnya kurs valuta asing, terlebih
bagi negara berkembang seperti Indonesia sebab nilai kurs mempengaruhi
pendapatan nilai devisa negara.
Besarnya
konsumsi karet sintetis disebabkan akan naiknya permintaan akan mobil. Dinegara
industri mobil permintaan karet sintetis sangat besar (70%), sedangkan
negara-negara berkembang hanya (30%). Semua kegiatan memacu industri karet alam
dalam merebut pasar tidak lepas dari harga. Harga karet alam sendiri tidak
lepas dari harga barang lain yang diikutsertakan dalam proses produksi. Jika
harga output tinggi, berarti biaya akan tinggi dan harga barang akan tinggi
pula.
Tingkat
konsumsi karet alam Indonesia belum sampai pada tingkat kejenuhan, paling tidak
sampai pada beberapa dasawarsa mendatang. Pada saat tingkat kejenuhan itu
tercapai, industri karet alam sangat diharapkan tetap menggunakan karet alam
untuk sebagian besar industri. Dengan demikian angka konsumsi karet menjadi berimbang.
Sekarang yang harus dipertahankan adalah harga karet alamnya.
Konsumsi
karet alam dunia dalam dua dekade terakhir meningkat secara drastis, walaupun
terjadi resesi ekonomi dunia pada awal tahun 1980an dan krisis ekonomi asia
pada tahun 1997-1998. Penawaran karet alam dunia pun meningkat lebih dari 3 %
per tahun dalam dua dekade terakhir dimana mencapai 8.81 juta ton per tahun.
Untuk perkembangan harga karet sintetik
sebagai produk hasil industri harganya relatif stabil dibanding dengan karet
alam. Selain itu, karet sintetik harganya cenderung naik sejalan dengan harga
bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara produsen.
Hal ini berbeda dengan harga karet alam yang
berfluktuasi yang dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai
tukar dan perkembangan ekonomi negara konsumen.
Seiring
dengan terbentuknya kerja sama tripartite antara tiga negara produsen karet
alam dunia (Thailand, Indonesia, dan Malaysia), harga karet alam di pasaran
dunia memperlihatkan kecenderungan yang membaik. Pada akhir tahun 2001 harga
karet alam berkisar antara US $ 46 sen per kg – US $ 52 sen per kg. Setelah
masing-masing negara anggota melaksanakan AETS (Agreed Export Tonnage Scheme)
dan SMS (Supply Management Scheme). Harga merangkak naik. Pada bulan Januari
2002 mencapai US $ 53,88 sen per kg dan pada bulan Agustus 2003 mencapai US $
83, 06 sen per kg. Berdasarkan
proyeksi jangka panjang (2010-2020) harga karet alam diperkirakan akan dapat
mencapai sekitar US $ 2,5 per kg. Hal ini diharapkan akan merupakan daya tarik
bagi pelaku bisnis di bidang agribisnis karet di Indonesia.
Permasalahan
Komoditi Karet Dilihat Dari Sisi Agribisnis
A.
Subsistem Upstream Agribussiness
(Hulu)/input pertanian
a.
Rendahnya
Produktivitas
Rendahnya produktivitas terutama
karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam
produk olahan yang masih terbatas yang di dominasi karet remah atau crumb rubber. Rendahnya produktivitas
kebun karet rakyat disebabkan juga oleh banyaknya areal tua rusak dan tidak
produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang
menyerupai hutan .
Permasalahan
utama yang dihadapi perkebunan karet nasional adalah rendahnya produktivitas
karet rakyat (+ 600 kg/ha/th), antara lain karena sebagian besar tanaman masih
menggunakan bahan tanam asal biji (seedling) tanpa pemeliharaan yang
baik, dan tingginya proporsi areal tanaman karet yang telah tua, rusak atau
tidak produktif (+ 13% dari total areal). Pada saat ini sekitar 400 ribu ha
areal karet berada dalam kondisi tua dan rusak dan sekitar 2-3% dari areal
tanaman menghasilkan (TM) yang ada setiap tahun akan memerlukan peremajaan.
Dengan kondisi demikian, sebagian besar kebun karet rakyat menyerupai hutan
karet.
b.
Sumber Dana
Adanya keterbatasan modal yang dihadapi
oleh petani dalam membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti
herbisida dan pupuk, selain itu bahan tanam karet unggul hanya tersedia di
Balai penelitian melalui sistem Waralaba si sentra-sentra pembibitan yang juga
madih sasngat terbatas jumlahnya.
c.
Kurangnya
dukungan dan penyuluhan pemerintah
Dalam hal ini pemerintah kurang
memberikan penyuluhan mengenai pengelolaan karet dengan benar sehingga bagi
petani biasa yang memiliki areal perkebunan yang hanya beberapa hektar kurang
menghasilkan karet yang berkualitas jika dibandingkan perkebunan besar milik
pemerintah dan swasta dan pemerintah juga telah menghentikan pengutan CESS
(dana untuk pengembangan, promosi, dan peremajaan) ekspor komoditi karet sejak
tahun 1970.
d.
Kurangnya
IPTEK.
Kurangnya IPTEK para petani karet yang
ada di pedesaan, membuat produktivitas dan kualitas karet yang di hasilkan
rendah dan kurang bersaing di pasaran dunia.
e.
Adanya hukum
dan perundang-undangan penebangan
Pemerintah mengeluarkan peraturan
dimana dalam membuka lahan baru, petani diwajibkan memiliki surat izin
penebangan. Diman proses mendapatkan surat izin tersebut sangat rumit apalagi
pada petani rakyat.
f.
Kurangnya
pemanfaatan kayu karet
Masalah lain yang dihadapi dalam
komoditas karet adalah pemanfaatan kayu karet baru sebatas kayu olahan, papan
artikel, dan papan serat. Hal ini terjadi karena lokasi pengolah kayu jauh dari
sumber bahan baku sehingga biaya transportasi menjadi tinggi. Oleh karena itu,
harga kayu karet di tingkat petani masih rendah dan tidak menarik bagi petani.
B. Subsistem On
Farm/Produksi Pertanian
Arah kebijakan pada sisten on-farm
adalah terwujudnya suatu kondisi dimana ketersediaan sarana produksi, spesialisasi
subsistem on-farm terletak pada produktivitas hasil lateks dan kayu.
Masalah utama yang dihadapi oleh petani
dalam sistem ini ketersediaan bahan baku yang tidak kontinue.
C. Subsistem/pengolahan/Agroindustri/hilir
a. Rendahnya daya
saing produk-produk industri lateks Indonesia bila dibandingkan dengan produsen
lain terutama Malaysia.
b. Adanya penurunan areal hutan,
eksploitasi kayu hutan yang berlebihan, tidak adanya program reboisasi yang
berkesinambungan sehingga membuat permintaan akan karet tidak dapat terpenuhi
karena bahan baku yang kurang.
Subsistem
Agribisnis
a. Farming
Untuk
menanam dan menghasilkan karet yang unggul dan berkualitas serta mempunyai
produktivitas yang tinggi tidaklah mudah, semuanya harus diperhatikan secara
seksama dimulai dari ;
v Asal Bibit
Bibit
yang bagus untuk karet unggul adalah bibit yang berasal dari penyerbukan
sendiri maupun silang yang dibantu serangga jenis (Nitudulidae, Phloeridae,
Eurculionidae) setelah sebulan terjadinya pembuahan sekitar 30-607 akan gugur
secara berangsur-angsur dan sisanya berkembang hingga masak, ini adalah bibit
yang bagus.
v Seleksi Bibit
Setelah
mendapatkan bibit, tidak langsung dapat disemai tetapi terlebih dahulu
diseleksi untuk memisahkan antara bibit yang bagus dengan bibit yang
kualitasnya jelek, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemantulan dan
perendaman, apabila bijinya dipantulkan biji tersebut melenting maka biji
tersebut berkualitas bagus dan memiliki daya kecambah + 807. Sedangkan untuk perendaman apabila biji
tersebut direndam dan tidak mengapung/tenggelam maka biji tersebut bagus dan
mempunyai daya kecambah + 80-92%.
v Penyemaian
Penyemaian
ini tidak bisa dilakukan sembarangan, sebelum penyemaian harus disediakan media
seperti pasir sungai yang bersih dan halus barulah disemai bibit yang telah
disediakan dengan cara menekan biji kedalam media pasir.Penyiapan lahan
Dewasa
ini budidaya karet dikenal beberapa istilah teknis yang berhubungan dengan
penyiapan lahan. Yaitu :
-
New Planting (bukaan baru),
penanaman karet yang dilaksanakanpada lahan yang sebelumnya tidak ada penanaman
karet.
-
Replanting (pembukaan
ulang), yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya telah ditanami tanaman
karet.
-
Konversi, yaitu penanaman
karet pada lahan yang sebelumnya ditanami jenis tanaman keras/perkebunan lain.
v Jarak Tanam
Agar
pertumbuhan dari karet yang ditanam bagus maka harus ditentu oleh jarak. Jarak
yang biasanya dipakai umum sempit yakni 3m x 3m atau 4m x 4m yaitu dengan
hubungan segitiga sama sisi sehingga jumlah tanaman tiap hektar cukup banyak.
Tetapi dewasa ini jarak yang digunakan 7m x 3m atau 7,14m x 3,33 m atau 8m x
2,5m.
b. Procesing
Setelah umur karet yang ditanam sudah
mencapai 5-6 tahun maka karet tersebut sudah bisa untuk disadap, penyadpan adalah
mata rantai pertama dalam proses produksi. Karet penyadapan dilaksanakan
dikebun produksi dengan menyayat atau mengiris (dewasa ini juga dengan cara
menusuk) batang dengan cara tertentu dengan maksud untuk memperoleh lateks atau
getah.
Untuk
memperoleh karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil penyadapan
dikebun harus bersih, proses pengolahan ini dimulai dari mengumpulkan lateks
dikebun penerimaan lateks. Pengangkutan lateks, pengumpulan gumpalan karet mutu
rendah menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lateks serta
bahan-bahan kimia dan air sebagain bahan pengolahan.
c. Marketing
Setelah semua
rangkaian dari proses telah dilaksanakan, kemudian sampai pada proses/tahap
pemasaran. Yang dipasarkan adalah lateks pekat hasil penguapan, yang disebut
Revertex Standar, memiliki kadar zat padat sekitar 73% dan kadar karet kering
68%. Untuk melakukan pemasaran harus memenuhi standar yaitu standar ISO dan
dapat juga menggunakan mutu standar menurut ASTN atau BS, meskipun demikian
dalam transaksi acapkali spesifikasi mutu lateks pekat ditentukan atas persetujuan
antara penjual dan pembeli.
d. Penelitian dan Pengembangan (R & D)
Dengan
kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen tersebut perlu
dimanfaatkan dengan melakukan peremajaan karet rakyat dengan menggunakan klon
klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan
meningkatkan pendapatan petani.
Strategi di tingkat on farm yang diperlukan adalah :
(a) penggunaan klon unggul penghasil lateks dan
kayu yang mempunyai prosuktivitas lateks potensial lebih dari 3000 kg/ha/th,
dan menghasilkan produktivitas kayu karet lebih dari 300 m3/ha/siklus
(b) percepatan peremajaan karet tua seluas 4000
ha sampai dengan tahun 2009 dan 1.2 juta
ha sampai dengan 2025;
(c)
Diversifikasi usaha tani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan
ternak untuk meningkatkan pendapatan petani;
(d) peningkatan efisiensi usaha tani.
Strategi di
tingkat off farm adalah :
(a)
peningkatan kualitas bahan olah karet (bokar) berdasarkan SNI yang diisyaratkan
oleh industri pengolahan.
(b) peningkatan efisiensi pemasaran untuk
meninkatkan margin harga petani;
(c) penyediaan kredit Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama;
(d) pengembangan infrastruktur;
(e) peningkatan nilai tambah
melalui pengembangan industri hilir yang ramah lingkungan;
(f) peningkatan pendapatan petani melalui
perbaikan sistem pemasaran.
e. Pendukung
Dalam
melakukan pengeksporan karet biasanya dilakukan dengan menggunakan peti kemas
untuk lebih memacu, mempromosikan komoditi karet. Berkembangnya teknologi
otomatisasi dan komputerisasi juga sangat menuntut pasokan bahan baku yang
bermutu konsisten, termasuk juga mutu karet alam.
Subsistem
agribisnis yang paling berperan
Subsistem yang
paling berperan adalah farming, hal ini dikaitkan dengan permasalahan dari
komoditi tersebut yaitu:
ü Rendahnya
produktivitas
Pertanian indonesia umumnya bersifat tradisional, dengan
tingkat teknologi dan skill inikah menyebabkan pertanian indonesia tidak
berkembang dengan pesat,sehingga produktivitas pertanian rendah.Dengan
produktivitas yang rendah ini tidak dapat menutupi akan kebutuhan
ü Belum ada
sumber dana yang tersedia
Dana atau modal adalah faktor yang sangat penting dalam
menjalankan suatu usaha.Apabila dana tidak ada atau belum tersedia perusahaan
tidak dapat berjalan. Solusinya adalah dengan melakukan sistem perkreditan pada
badan atau lembaga yang dapat meminjamkan modal
ü Kurangnya IPTEK
Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan masyarakat
pedesaan tidak dapat menciptakan petani yang handal. Dengan tingkat IPTEK yang
rendah ini sistem pertanian Indonesia dapat tertingal dengan negara lain.
Analisis SWOT
.
KEKUATAN (strength) dari komoditas
karet :
Ø Karet merupakan salah satu komoditi
ekspor yang mempunyai harga jual tinggi juga salah satu penghasil devisa bagi
Negara.
Ø Karet yang dihasilkan oleh
perkebunan yang ada di Indonesia sudah lulus standar ISO dan standar ASTN dan
BS,
Ø Karet membutuhkan kondisi alam yang
subur dan ini sangat sesuai dengan kondisi alam di Indonesia
Ø Pembukaan lahan karet dapat
dilakukan dengan replanting (bukaan Ulangan) dan konversi.
Ø Karet dapat
digunakan sebagai bahan industri mobil, ban, dll.
KELEMAHAN (weaknees) dari komoditas
karet :
Ø Karet yang
dihasilkan oleh petani desa pada umumnya berkualitas rendah.
Ø Nilai ekspor
karet alam Indonesia dalam bentuk bahan baku mempunyai mutu yang lebih rendah
daripada Negara lain.
Ø Apabila datang
musim penghujan maka kualitas karet sedikit menurun.
Ø Adanya
penjarahan terhadap karet yang siap panen oleh oknum tertemtu.
Ø Kurangnya
penguasaan teknologi baik dalam pembibitan, produksi dan pengolahan pasca panen.
Ø Adanya
pengurangan terhadap pupuk yang bersubsidi sehingga membuat petani sedikit
kesulitan dalam mencari pupuk yang murah.
Ø Kurangnya
perhatian pemerintah terhadap perkebunan karet sehingga yang mengelola karet hanya
petani biasa, tidak seperti Thailand yang dikelola skala kebunbesar oleh
pemerintah.
PELUANG (opportunity) dari komoditas karet :
Ø Adanya lokakarya budidaya karet yang
dilaksanakan oleh lembaga perkebunan Indonesia.
Ø Adanya dukungan pemerintah dengan
cara memberikan bibit unggul dengan harga yang lebih murah.
Ø Diperkirakan
Indonesia akan menempati urutan pertama produsen karet alam dunia
ANCAMAN (Threat) dari komoditas karet :
Ø Nilai ekspor karet alam Indonesia
dalam bentuk bahan baku lebih rendah dibandingkan dengan Negara lain.
Ø Kurs dollar
yang turun naik.
Ø Belum pulihnya kepercayaan
Internasional terhadap Indonesia
Bauran
Pemasaran (4P) Komoditi Karet
v Produk(Product)
Indonesia merupakan penghasil karet terbesar didunia.hal
ini dikarenakan indonesia menghasilkan jumlah karet yang cukup banyak
dibandingkan negara pesaing yaitu Thailand dan malaysia. Hasil karet tersebut
dijual untuk pasar domestik dan khususnya untuk diekspor ke luar negeri.Untuk
pasar ekspor indonesia bekerja sama dengan mitra usaha yang bergerak dibidang
pengeksporan untuk mengekspor karet ke pasar luar negeri. Hasil panen dari
karet tersebut berupa lateks segar yang dijual ke tengkulak atau pabrik
pengolahan.selanjutnya lateks tersebut diencerkan dengan air sampai kadarnya
20% setelah lateks diencerkan jadilah crepe, setelah kering crepe di pak atau
dibuat bandela-bandela dengn berat 50 kg bandela untuk selanjutnya dipasarkan
ke konsumen dalam dan luar negeri. Budidaya karet dapat mendukung program
pemerintah dibidang sektor pertanian dan perkebunan dan juga menambah devisa
negara.karet merupakan penyumbang terbesar devisa bagi negara.
v Penetapan Harga (pricing)
Dalam memproduksi karet ini para petani atau pengusaha
berusaha untuk meminimalkan biaya-biaya dengan cara melakukan perawatan tanaman
secara intensif untuk mengurangi resiko gagal panen. Sehingga produksi karet
ini tidak memakan banyak biaya. Pada akhirnya karet tersebut dapat dijual
dengan harga yang relatif terjangkau bagi konsumen. Selain itu penetapan harga
karet juga berfluktuasi atau berpengaruh terhadap harga dolar saat ini.bila
mana dolar mengalami kenaikan maka harga karet juga akan naik begitu juga
sebaliknya yang terjadi.
v Promosi (promotion)
Untuk memperkenalkan karet hal ini dirasa tidak perlu
akan tetapi kegiatan promosi disini dilakukan untuk memberitahu kepada konsumen
tentang kualitas dari produk karet tersebut. Kegiatan promosi dan publikasi
karet dilakukan melalui media cetak elektronik yaitu internet. Promosi
dilakukan secara teratur bertujuan untuk memberitahu kepada konsumen tentang
kualitas yang dihasilkan.perusahaan karet menggunakan promosi dalam bentuk :
o Internet, perusahaan akan membuat
web-site tentang produk karetnya dan hal-hal lain mengenai perusahaan
penghasil. Media internet dipilih karena saat ini internet merupakan sarana
periklanan yang sangat efektif mengingat target pasar dari karet adalah
kalangan menengah atas serta perusahaan negara asing.
v Lokasi (place)
Luas areal perkebunan karet di indonesia telah mencapai
3.262.291 hektar.areal perkebunan karet di indonesia menyebar cukup merata
karena terdapat 22 propinsi dari 30 propinsi. Propinsi yang memiliki areal
perkebunan karet yang terluas pada tahun 2004 adalah sumatera selatan yakni
mencapai 671.920 hektar.dari total areal perkebunan karet di indonesia tersebut
84,5% diantaranya merupakan kebun milik rakyat,8,4%milik swasta dan hanya 7,1%
yang milik negara.
Potensi Ekspor
Karet
Adanya potensi ekspor komoditi karet di
Indonesia, menurut J.P.Holomoan
(1991) destinasi ekspor komoditi karet alam indonesia adalah Amerika serikat
sebesar 40 %,Singapura 32,8%,negara eropa barat sebesar 7,5%, Uni soviet 5%,
Jepang 3,3% dan beberapa negara lain sebesar 11,4%.
Dari
data di atas terlihat jelas, bahwa Amerika serikat dan Singapura merupakan
pembeli terbesar hasil karet Indonesia. Peningkatan jumlah permintaan dari ke
dua negara ini tentu akan menyenangkan pihak produsen karet di Indonesia
.Namun,bila ke dua negar ini menurunkan permintaannya, maka produsen karet
Indonesia sedikit banyak akan tertanggu kestabilannya.
Beberapa
tahun terakhir ini permintaan dari Amerika serikat cenderung menurun. Hal ini
bisa cukup di mengerti mengingat situasi dalam negri Amerika Serikat sekarang
ini. Kurang stabilnya perekonomian di negara itu mengakibatkan industri dalam
negerinya mengalami hambatan perkembangan. Belum lagi saingan industri mobil
dari Jepang yang memiliki industri mobil negara paman sam tersebut.
Produsen
atau eksportir karet alam umumnya adalah negara-negara yang sedang berkembang
seperti Malaysia, Indonesia, Birma ,Thailand, dll.Maka persaingan terjadi
antara sesama negara yang sedang
berkembang tersebut.
Untuk memperkuat daya saing karet alam
Indonesia di pasaran internasional, perlu diambil langkah-langkah sebagai
tindak lanjut yang konkret. Langkah-langkah ini diantaranya adalah meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pengusahaan karet yang meliputi berbagai bidang:
1.
Bidang kultur
teknis dan teknologi
Peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam bidang ini
meliputi peningkatan produktivitas tanaman dan peningkatan mutu. Produktivitas
tanaman karet di Indonesia masih relatif rendah. Untuk memperbaiki teknologi
dan manajemen pengusahaan tanaman karet, fungsi dan partisipasi balai
penelitian karet hendaknya semakin di tingkatkan. Dalam hal ini perlu digalakan
peneliitan terutama dala hal budidaya karet. Cara lain untuk memperkuat daya
saing karet alam Indonesia dipasaran internasional adalah dengan peningkatan
mutu. Mutu karet harus ditingkatkan, baik mutu produksi, mutu kemasan, maupun
mutu pelayanannya.
2.
Bidang
pembiayaan dan keuangan
Peningkatan efektivitas dan efisiensi dibidang pembiayaan
dan keuangan merupakan upaya penggunaan dana seefektif dan seefisien mungkin
agar harga pokmok kaet yang dihasilkan cukup rendah. Dengan demikian, poroduk
karet itu mampu bersaing pada setiap tingkat harga jual yang terjadi di pasaran
internasional.
3.
Bidang
pemasaran sebagai ujung tombak.
Tujuan akhir setiap produk adalah penjualan. Oleh karena
itu, suatu hal yang harus dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan yang sudah
dibuat untuk mencapai efektifitas dan efisiensi biaya dan mutu adalah
pemasaran. Dengan adanya pemasaran yang baik, maka semua aktivitas yang
menyebabakan tersedotnya dana dan daya perusahaan akan dikembalikan. Bahkan,
akan menaikan modal usaha dengan perolehan peruntungan yang tidak jauh berbeda
dengan yang direncanakan.
Atribut
Kualitas Karet
Agar kualitas karet yang dihasilkan sesuai
dengan standar internasional maka diperlukan perlengkapan atau sarana yang berkualitas baik dalam
memproses karet menjadi berbagai macam produk. Perlengkapan yang digunakan
antara lain adalah :
-
Bahan baku yang
dipakai memiliki kualitas yang baik
-
Mesin dan
peralatan yang canggih
-
Keahlian
karyawan atau tenaga kerja yang terampil
-
Sistem
perencanaan.
Kualitas karet alam :
-
Memiliki daya
elastis atau daya lenting yang sempurna
-
Memiliki plastisitas
yang baik sehingga pengolahannya mudah
-
Mempunyai daya
aus yang tinggi
-
Tidak mudah
panas
- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap
keretakkan
Kualitas karet sintetis :
-
Tahan terhadap
berbagi zat kimia
-
Harganya yang
cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Karet merupakan salah satu komoditi
perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan
devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar
perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun
sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia,
Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas,
terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan
ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb
rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh
banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon
unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya
percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.
Melihat perkembangan baik dari segi
konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahun-tahun mendatang dipastikan
masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil karet sekaligus
sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan yang luas
memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar lagi dengan
menambah areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet
alam bisa ditingkatkan dengan meningkatkan teknologi pengolhan karet untuk
meningkatkan efisiensi, dengan demikian output (latex) yang dihasilkan dari
input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan material sisa yang semakin
sedikit.
Kondisi
agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat,
perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif
walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta
sama-sama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan
lebih banyak pada perkebunan rakyat. Namun luas areal kebun rakyat yang tua,
rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu hektar yang memerlukan
peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk
peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun
selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam
industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun
produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat dan
ini dapat dilihat pada tahun 2005 perdagangan karet di Indonesia mengalami surplus
sebesar US $ 2,9 juta dimana nilai ekspor lebih besar dibanding nilai impor.
Potensi surplus ini masih bisa naik lagi mengingat kebutuhan karet dunia yang
terus meningkat, ditambah lagi apabila didukung pengurangan volume impor karet
dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri.
sekian dan semoga berkah dan bermanfaat
DAFTAR PUSTAKA
1. http://em-ridho.blogspot.co.id/2011/12/makalah-management-agribisnis-komoditi_1194.html
2.
Makalah Chairil
Anwar (pusat penelitian karet), “Perkembangan Pasar dan Prospek
Agribisnis
Karet di Indonesia” ; 2006.
3.
Makalah Cut
Fatimah Zuhra, “Karet” ; 2006.
4.
Tim Penulis PS,
“KARET : Budi Daya Dan Pengolahan ,
Strategi Pemasaran”,
PT Penebar Swadaya, anggota Ikapi, Jakarta ; 2006.
5.
Setiawan Heru
Didit dkk, “Petunjuk Lengkap Budidaya
Karet” agromedia Pustaka, Solo ; 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar